Diposkan pada Penulis

Usai Di Sini

Awalnya aku tak menyadari, sebenarnya kau pun menyukai ku. Berawal dari percakapan yang kuanggap sekedar teman curhat dan merambat menjadi sebuah kalimat cinta yang awalnya ku kira hanya biasa. Teman temanku menyadari perilaku aneh mu itu dan mereka dengan senangnya memberi sebuah harapan yang semestinya aku percaya dari awal. Semua kesalahan memang terletak di awal, aku membenci diriku sendiri. Mulutku penuh bisu ketika terucap kata sayang. Apalah daya jika sekarang menoleh saja kau tak sudi. Aku rindu semua celotehmu yang sudah dengan baik menjatuhkan hatiku.

Kepergianmu yang tiba-tiba adalah kiamat kecil bagiku. Tahukah kau rasanya menjadi seorang perempuan yang setiap hari menatap ponselnya hanya untuk menunggu chat-mu? Tahukah kau rasanya jadi seseorang yang diam-diam memperhatikan seluruh sosial mediamu hanya untuk mengobati perih dan sakitnya rindu? Tahukah kau betapa menderitanya jadi seorang gadis yang hanya bisa berprasangka, hanya bisa mengira, hanya bisa menerka bagaimana perasaanmu padaku selama ini? Tahukah kau begitu tersiksanya hidup menjadi orang yang selalu bertanya-tanya, ke sana ke mari, mencarimu ke mana-mana, sementara kau melenggang seenaknya seakan tidak terjadi apa-apa di antara kita? Tahukah kau perihnya menahan diri untuk tidak menghubungimu lebih dahulu karena aku begitu tahu diri bahwa kita tidak pernah ada dalam status dan kejelasan? Tahukah kau lelahnya menjadi orang yang terus berharap, terus berkata dalam hati, begitu percaya bahwa suatu hari kau akan kembali?

“Dia pasti chat aku, kok. Satu hari lagi. Dua hari lagi. Satu minggu lagi. Dua minggu lagi. Tiga minggu lagi. Satu bulan.” Dan, aku masih menghitung hari, menunggu kau pulang, menunggu ingatanmu kembali padaku. Tahukah kau betapa tersiksanya aku ketika kau tidak memberi kabarmu, ketika kau tidak menyapaku, ketika tak ada lagi percakapan di antara kita, dan ketika kau tiba-tiba menghempaskanku ke dasar daratan, ketika kita sedang asik-asiknya terbang bersama? Katakan padaku, bahwa aku terlalu berlebihan, aku terlalu berdrama, aku terlalu membawa perasaan. Aku tidak peduli apa kata orang, mereka tidak pernah paham betapa dalamnya perasaanku, seperti kau yang tidak pernah mengerti betapa aku mencintaimu.

Apa kau tau betapa menyakitkan ketika kau menganggapku menjadi seorang yang tak pernah ada dihidupmu? Mungkin kau hanya menyalahakanku sebagai orang jahat disini. Apakah kau pernah berfikir jika banyak pencintamu diluar sana yang lebih baik dariku? Tapi aku merasa “lebih baik” ketika kudengar, kau menemukan salah satu pencintamu yang jauh lebih baik dariku. Meskipun setelahnya aku dianggap asing. Aku baru sadar, kau dulu sempat berjuang menjatuhkan hati yang penuh keangkuhan ini. Aku tak bermaksud untuk membuatmu bingung, tapi aku hanya tak tau harus bagaimana menanggapi sikapmu padaku.

 

Untukmu Rasa Terindah
Yang pernah ada

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Penulis:

Kamu tau alasan ku bersajak? Karena bersajak adalah satu satunya media ketika bibirku tak sanggup merangkai kata.

Tinggalkan komentar